Diskusi Kebudayaan Urang Benteng di WA Grup Konco Lawas
oleh: chairul djamal
cdjamal@yahoo.com

BARANGKALI kalimat, “aya-aya wae…” pas dipakai manakala ada sinyalemen wartawan senior Kota Tangerang yang mempertanyakan adanya keinginan sekelompok orang merubah kata Pemilihan Kang Nong Kota Tangerang (memakai bahasa Sunda) sebelumnya diganti menjadi Pemilihan Kode Cide Kota Tangerang (memakai bahasa Cina).
Kata Kode sendiri gabungan kata Cina dan Jawa yaitu dari Koko (kakak laki-laki, bahasa Cina) dan Gede (besar, bahasa Jawa) sehingga maksudnya kakak laki-laki tertua. Sementara Cide gabungan dari kata Cici (kakak perempuan, bahasa Cina) dan Gede (besar, bahasa Jawa) sehingga maksudnya kakak perempuan tertua.
Saya yang ditanya soal adanya penggantian istilah itu oleh H Syamlawi, Redaktur Senior Wartawan Banten – karena saya memang belum tahu – tentunya saja menjawabnya, “saya belum tahu, tuh!”
Dialog ini terjadi di WA Grup Konco Lawas (WA Grup Para Wartawan Senior Kota Tangerang, mungkin beberapa di antaranya mantan wartawan) pada Jumat (22/5/2020). “Wah mediamassa aku juga belum mendapat bahan liputannya…” jawabku yang menjadi Pemimpin Umum ProBENTENG.com.
Sementara Maryoto, mantan Wartawan Pos Kota keturunan Jawa Tengah yang jadi wartawan kawakan liputan Kota Tangerang pun terkesan kaget.
Usul, kata dia, kalo (mau) diganti lebih bagus (ya dengan) istilah dari Jawa aja. Mas & Mbakyu. “Mas utk laki2 dan mbakyu utk perempuan. Atau kalo mau disingkat “(Pemilihan) Masyu”. Mas itu (artinya) mahal, kalo yu itu (artinya) cantik.
Ditambahkan H Syamlawi, Kota Tangerang yang juga dikenal sebagai Kota Benteng, memiliki kebudayaan dan adat-istiadat tersendiri. Maksudnya merujuk pada adat-istiadat campuran Sunda, Betawi, Jawa, Cina, dan Arab.
Sehingga banyak istilah keseharian Urang Benteng mengadopsi kata-kata dari beberapa etnis itu. Semisal kata Lawang (pintu, bahasa Jawa) dikenal luas masyarakat Benteng. Lalu kata Ente-Ane (Anta-Ana, bahasa Arab yang lalu dipengaruhi dialeg Betawi) dalam dialog keseharian Urang Benteng seringkali dipakai untuk menyebut-maksudkan kamu-aku.
Kemudian istilah tawar-menawar barang di pasar atau dialog tentang besaran uang antarteman Urang Benteng, seringkali menyebut Ceban (sepuluh ribu, bahas Cina), Cetiau (sejuta, bahasa Cina).
Begitu pun bahasa Sunda yang sangat kental dipakai Urang Benteng karena memang secara administrasi kedaerahan Kota Benteng sejak dahulu menjadi bagian dari Propinsi Jawa Barat. Baru belasan tahun ini, Kota Benteng menjadi Bagian Propinsi Banten.
Sebab itu kalaupun mau diganti, ungkap H Syamlawi, dengan istilah Tong dan Nok. Tong asal kata Otong (anak laki-laki, terpengaruh bahasa Sunda kasar) dan Nok asal kata Denok (anak perempuan, terpengaruh bahasa Sunda kasar).
Kedua kata ini memang sejak zaman baheula (dialek Urang Benteng) sudah dipakai dan akrab sampai kini, walaupun penggunaannya di zaman now sudah jarang sekali.
Setelah chattingan panjang-lebar, akhirnya H Syamlawi yang sempat mengajak untuk protes, eh tersadar bahwa istilah Pemilihan Kode-Cide itu untuk kalangan komunitas Cina Benteng, bukan sebagai pengganti Pemilihan Kang-Nong Kota Tangerang.
Nah lu, tetapi seru juga sih diskusi kebudayaan asal-aduk antar komunitas WA Grup Konco Lawas berlangsung setengah jam, sehari menjelang Lebaran 2020. Hayo diskusi lagi. *