Terminal Gerendeng, Terminal Tersibuk Tangerang Tempo Doeloe…
“GROGOL Grogol! Tanah Tinggi, Batuceper, Cengkareng, Pesing…” teriakan khas kondektur buskota Gamadi (Gajah Mada Indonesia) berlogat salah-satu suku di Pulau Sumatera ini membahana di ruas Jl Daan Mogot mulai dari Kampung Gerendeng, Kampung Benteng Makasar, Pintu Air, Tanah Tinggi, terus Batuceper.
Puluhan pelajar, mahasiswa, dan pegawai kantoran pemerintahan serta swasta di DKI Jakarta pun berrebutan menaiki buskota yang akan mengantar mereka ke Jakarta Barat sampai Grogol atau menyambung ke lima wilayah DKI Jakarta lainnya dengan buskota lainnya di Terminal Grogol.
Namun karena buskota telah penuh, ada sejumlah penumpang wanita batal menaikinya. Untuk mengejar waktu, penumpang pegawai pabrik di kawasan perbatasan Batuceper-Kalideres itu lalu menaiki oplet jurusan Tangerang-Kota yang kebetulan dengan santai namun pasti mendekatinya.
Sementara kendaraan umum (omprengan) Colt bak terbuka yang telah dipasangi terpal di bagian bak terbukanya, jurusan Tangerang-Grogol, tak keburu merebut penumpang itu.
“Brengsek tuh oplet…” cetus kondektur omprengan Colt yang berdiri di bagian belakang mobil dengan menginjak besi melintang spesial injakan kaki penumpang.
Baca Juga: TPU SELAPAJANG JAYA, TPU TERUNIK DI DUNIA
PERISTIWA 1970-1987
Sepenggal fragmen di atas adalah petistiwa keseharian yang terjadi di sepanjang ruas Jl Daan Mogot mulai dari selepas Jembatan Cisadane Gerendeng, Kampung Benteng Makasar, Pintu Air, sampai Tanah Tinggi, pada kurun waktu tahun 1970-1987.
Di tahun ini, Jl Daan Mogot mulai selepas Jembatan Cisadane Gerendeng, Benteng Makasar, sampai Pintu Air dimanfaatkan dua jalur untuk lalulintas, tidak satu jalur serupa saat ini.
Buskota Gamadi bercat merah-putih, omplet dengan kendaraan tua (gambaran utuh kendaraan ini semisal oplet dalam tayangan film RCTI Si Doel Anak Sekolahan), dan omprengan Colt bak terbuka (konon omprengan jenis ini masih ada di beberapa desa di Jawa Tengah) memang benar-benar saling memburu rezeki penumpang di lintas penghubung Kota Tangerang-Jakarta Barat.
Mau tau muara angkutan umum berakhir di mana di Kota Tangerang? Ternyata muara mereka, masuk ke Terminal Angkutan Umum Gerendeng. Lokasi tepatnya dahulu adalah di Grand Plaza Gerendeng. Sisi kiri selepas Jembatan Cisadane dari arah Masjid Agung Al-Ittihad, jantung Kota Tangerang.
Baca Juga: DISKUSI KEBUDAYAAN URANG BENTENG DI WA GRUP KONCO LAWAS
TERMINAL GERENDENG
Grand Plaza yang kini dimanfaatkan berdagang pemilik kios dan gelaran pasar Loak Gerendeng, dahulunya Terminal Angkutan Umum Gerendeng. Dengan luas 60 meter X 30 meter, terminal ini tempo dulu menjadi pusat kegiatan arus lalulintas manusia dan barang dari Kota Tangerang ke DKI Jakarta, bolak-balik.
Terminal ini memiliki dua pintu gerbang. Pintu masuk di dekat badan Jembatan Cisadane dan pintu keluar di ujung terminal berbatasan dengan pasar sembako Pos Gerendeng.
Bagian muka terminal, di antara dua pintu gerbang itu, terpasang pagar besi setinggi satu meter. Lalu dari pagar besi selebar 2 meter memanjang pagar tertanam pohon penghijauan yang tak seluruhnya tumbuh subur.
Ke terminal ini masuk Buskota Gamadi, Bus Antarkota Tangerang-Serang, Antarkota ke kota-kota di Pulau Sumatera dalam jumlah tak banyak, omplet, angkutan umum Colt bak terpal, belakangan muncul omprengan plat hitam Isuzu.
Setiap harinya ribuan warga Tangerang dan Jakarta memanfaatkan jasa terminal yang waktu itu menjadi satu-satunya terminal di Kota Tangerang. Sebab itu, cerita layaknya sebuah terminal tersibuk pun mewarnai keseharian terminal ini tempo doeloe Kota Tangerang ini.
Selanjutnya terminal ini dipugar menjadi pertokoan di sekitaran tahun 1990-an, penggantinya adalah Terminal Cimone. [chairul djamal]