Air PDAM “Mati-hidup” Picu Biaya Hidup Tinggi Warga
TANGERANG [ProBENTENG] – Biaya tinggi kini harus diderita warga pusat Kota Tangerang terkait kondisi seringkali “mati-hidup” kucuran air PDAM (kini bernama Perumda) Tirta Benteng Kota Tangerang ke rumah-rumah pelanggannya.
Disebabkan ketersediaan air bersih adalah kebutuhan mendasar yang tidak bisa didapat, akhirnya banyak warga mencari sumber air bersih lainnya. Di antaranya meminta air bersih dari sumur air tanah tetangga. Atau membeli kemasan air bersih galon-galonan.
“Kalau sering-sering minta air sumur tetangga, ya malu…” cetus Idar, warga Kampung Sukamanah, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, kemarin.
Akhirnya, diputuskan keluarganya membeli air kemasan isi-ulang per galon Rp 8 ribu. Sehari keluarga itu butuh 4 galon air. Hal sama terpaksa harus dilakukan banyak keluarga lainnya pelanggan Perumda TB.
Feri, petugas salah-satu Agen Air Isi-ulang, mengakui dirinya dalam 4 jam bisa mendrop 100 galon pesanan dari pelanggannya yang kesusahan air bersih. “Katanya air PDAM mati, jadi mereka butuh air isi-ulang. Untung sih, tapi sedih juga…”
Keterangan didapat, ada pula keluarga yang akhirnya membeli ember besar untuk menampung air saat kucuran air Perumda TB mengalir beberapa jam di setiap harinya. Beli ember plastik besar bervariasi Rp 70 ribu-Rp 150 ribu.
BELUM JELAS
Diberitakan ProBENTENG sebelumnya, kondisi kucuran air bersih “mati-hidup” Perumda TB bermula dari pengambil-alihan pengelolaan layanan air bersih dari PDAM Perumda Tirta Kerta Raharja (TKR) Kabupaten Tangerang ke Perumda Tirta Benteng (TB) pertengahan tahun 2021.
Dalam pengalihan ini, produksi air yang diperuntukan bagi warga di pusat Kota Tangerang tetap dikelola Perumda TKR, sedangkan distribusi berjaringannya dikelola Perumda TB.
Bila sebelumnya pengalihan, kucuran air ke rumah-rumah pelanggan normal-normal saja, kini “mati-hidup” hampir di setiap hari. Padahal, sebagian besar pelanggan PDAM khususnya di perkotaan Kota Tangerang menggantungkan aktifitas keseharian pada air PDAM, disebabkan air tanah yang buruk.
Kondisi itu, masih ditambah dengan petugas pencatat meter yang kurang sehingga sempat terjadi ledakan tarif. Ternyata pula biaya rekening bulanan Perumda TB lebih mahal dari rekening bulanan ditagih Perumda TKR sebelumnya. [cd]